Tiga Petisi Jadi Opsi Demo Buruh,Dimulai Tax Amnesti Hingga Kenaikan Upah

0
529

batamtimes.co , Batam – Ratusan buruh dari Federasi Serikat Pekerja Metal (FSPMI) Kota Batam mendatangi kantor walikota Batam, Kamis, 29/09/2016.Demo buruh tersebut membawa petisi dengan tiga tuntutan.

Pertama cabut PP 78 tahun 2015 yang menyengsarakan rakyat.Kedua naikkan upah minuman 2017 sebesar Rp650 ribu,dan UU amnesty.

Suprapto Perwakilan dari Federasi Serikat Metal Indoneia (FSPMI) dalam orasinya mengatakan,Buruh yang hadir disini berjumlah kurang lebih dari ratusan orang jumlahnya sebagai bentuk awal buruh komit terhadap perjuangan buruh.

Adapun tuntutan buruh kata Suprapto saat ini meminta agar pemerintah secepatnya meninjau ulang atau mencabut UU Tax Amnesty.

“Buruh taat bayar pajak. Pengusaha bebas bayar pajak. Apa kata dunia?”

“Undang-undang tax amnesty tidak menjamin peningkatan pajak. Undang-undang tax amnesy bukti pemerintah tunduk pada pengusaha hitam”

Lebih jauh dikatakan Suprapto  sebagai negara hukum, maka orang yang tidak taat hukum harus diberikan sanksi.

Bukan justru diberikan karpet merah, dan dihormati.

“Mereka pengusaha-pengusaha nakal. Diibaratkan koruptor di sisi swasta. Ini bukti ketidakadilan. Suatu saat koruptor di DPR dan PNS juga akan minta Tax Amnesty. Bukan diberikan sanksi,”kata Suprapto dengan nada berapi-api.

Soal tuntutan pencabutan UU Tax Amnesty, Suprapto mengaku, sebelum aksi sudah banyak pihak yang mempertanyakan tuntutan itu.

“Jangan-jangan pesanan  antek asing.,” ujarnya.

buruh juga mempersoalkan keberadaan PP 78 tahun 2015. Kita masih ingat PP ini keluar tanggal 26 Oktober 2015. Sehari sebelum penentuan upah minimum kota Batam dan upah sektoral. PP ini mengangkangi UU Nomor 13 tahun 2003,” kata Suprapto.

PP tersebut dianggap merugikan buruh.”PP.no 78 tahun 2015, sama sekali tidak berpihak kepada buruh,PP Pengupahan itu harus ditolak karena akan memiskinkan buruh secara sistematis” ujar Suprapto 

Kalangan serikat pekerja/serikat buruh menganggap bahwa dengan keluarnya PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan tersebut menjadi bukti nyata bahwa Pemerintahan tidak mempunyai keberpihakan terhadap buruh.

 “Dengan berlakunya PP No 78 tersebut,rata-rata  kenaikan upah minimum tiap tahunnya hanya dikisaran 9 – 10% setiap tahunnya”, kata Prapto .

padahal menurut Suprapto lagi idealnya setiap tahun naik 21% atau setara dengan Rp. 600 ribu pertahun. dengan kenaikan 10%, maka buruh akan menajdi kesuliatan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

PP tersebut menghapus fungsi Dewan Pengupahan dalam penentuan UMK berdasarkan survei mekanisme pasar dan KHL.

Sedangkan pada PP tersebut, penentuan UMK didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.Sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi daerah-daerah yang memiliki kebutuhan hidup tinggi.

“Yang saat itu hanya menaikkan UMK Kota Batam 2016, 11 persen dari tahun sebelumnya.”Katanya

 Pewarta : Sakti

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here