Batamtimes.co,Batam – Menyikapi kondisi Rumah Sakit Umum Daerah Embung Fatimah (RSUD EF) yang kerap terjadi kekosongan obat mendapat sorotan komisi IV DPRD Kota Batam.
Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam Riky Indrakari mengatakan, sering merekomendasikan Direktur terdahulu hingga sekarang agar mengeluarkan surat edaran larangan membuat resep obat keluar apotek RSUD EF kecuali atas sepengetahuan pejabat yang diberikan kewenangan.
Surat edaran yang dimaksud terdiri dari beberapa pasal saksi. Hal itu sangat penting sehingga memperkecil peluang praktek fraud pada setiap unit layanan rumah sakit.
“Sepatutnya RSUD EF mematuhi Perda Rumah Sakit Kota Batam terkait transparansi publik terkait pelayanan prima yaitu kewajiban menempatkan dashboard informasi pelayanan, baik informasi ketersediaan ruang rawat, ruang ICU atau ICCU dan obat-obatan medis,” ujar Riky kepada Tribun, Jumat (30/11/2018).
Ia melanjutkan, sejak Direktur terdahulu hingga sekarang pada setiap Rapat Dengar Pendapat di Kantor DPR atau ketika sidak ke RSUD selalu dipertanyakan.
Apalagi sebenarnya RSUD EF sejak awal sudah dilengkapi Sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) Terintegrasi menuju Digital Hospitality.
“Sistem ini yaitu pengelolaan informasi seluruh kegiatan rumah sakit sehingga dapat membantu setiap proses manajemen dalam pengambilan keputusan,” katanya.
Riky juga mengaku kecewa karena sampai hari ini SIMRS belum difungsikan secara optimal. Apalagi untuk diintegrasikan dalam satu kesatuan sistem.
Sebelumnya diberitakan, keluarga seorang pasien BPJS yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD EF) mempertanyakan kebijakan pihak rumah sakit yang meminta para pasien untuk membeli obat keluar yakni di apotik yang telah ditentukan.
“Sudah berapa kali mertua saya dirawat di RSUD EF, selalu ada obat yang harus dibeli keluar, itupun apotiknya langsung ditunjuk,” kata Herma, yang keluarga sedang dirawat di RSUD EF, Jumat (30/11/2018).
Herma mengatakan mertuanya kebetulan mengidap penyakit Asma, yang sering kambuh.
“Jadi kalau kambuh memang harus dibawa ke rumah sakit dan paling cepat tiga hari menjalani rawat inap,” kata Herma.
Sepanjang tahun 2018 sudah beberapa kali mertuanya dirawat di RSUD EF dan selalu saja ada obat yang tidak ada di Rumah sakit dan harus dibeli keluar.
“Makanya kami bingung, kok beli di luar,” kata Herma.
Dia juga mengatakan obat yang harus dibeli diluar sudah ditentukan beli di apotek tertentu.
“Ini yang kami bingungkan, kenapa obat selalu kosong dan kalaupun beli di luar apotiknya di tentukan, apotik yang ditentukan lumayan jauh dari rumah sakit, tidak bisa jalan kaki. Padahal banyak apotik di sekitar RSUD,” kata Herma.
Dia sudah beberapa kali tanyakan kepada perawat dan petugas di Apotik rumah sakit namun dirinya hanya mendapat jawaban bahwa obatnya sedang kosong.
“Mertua saya sudah beberapa kali masuk rumah sakit dan paling sedikit tiga hari baru pulang, kok obat kosong terus, awal tahun 2018 sudah pernah masuk, ini sudah akhir tahun tetap saja obatnya kosong,”kata Herma.
Sementara mengenai informasi tersebut direktur RSUD EF dr.Any Dwiana yang dikonfirmasi Tribun Batam mengatakan dirinya baru mengetahui informasi tersebut.
“Nanti kami cek dulu, kamar berapa pasiennya,”kata Any berdalih.
Any tidak memberikan jawaban jelas mengenai kekosongan obat tersebut dan kenapa harus beli obat ke luar dan kenapa harus ke apotik tertentu.
(red/Tribun Batam)