
Oleh: Ir. Wirya Silalahi
Penasehat Silahisabungan Kota Batam dan Waketum Toba Nahumaliang Kota Batam
Kasus yang menimpa saudara Gordon Silalahi menyisakan banyak kejanggalan dan menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat.
Semua ini berawal pada 13 September 2022 ketika saudara Ikwan Nasution meminta bantuan Gordon untuk mengurus pemasangan air di kawasan industri PT Nusa Cipta Propertindo di Muka Kuning, Batam. Disepakati jasa pengurusan sebesar Rp30 juta.
Dalam perjalanannya, proses ini memang memakan waktu akibat peralihan pengelolaan dari PT ATB ke PT Moya. Namun akhirnya, setelah enam bulan, PT Moya/SPAM BP Batam mengeluarkan faktur sebesar Rp335 juta, yang langsung dibayarkan oleh pihak perusahaan.
Atas jasa pengurusan, Gordon menerima Rp20 juta dari pihak perusahaan. Selanjutnya, perusahaan menunjuk kontraktor lain, bahkan mengganti kontraktor sebelumnya. Saat terjadi keterlambatan pekerjaan, Gordon kembali disalahkan, padahal jelas bahwa tanggung jawab kontraktor berada di luar dirinya.
Karena keberatan mengembalikan uang Rp20 juta yang dianggap sebagai jasa sah, Gordon kemudian dilaporkan ke aparat penegak hukum. Namun, baik di Polsek Batuampar (April 2023) maupun di Polresta Barelang dengan penyidik Daniel Pasaribu (Oktober 2023), tidak ditemukan unsur pidana.
Anehnya, setelah pergantian penyidik menjadi Bripka Olden Siahaan, pemeriksaan diarahkan sehingga Gordon seolah dipaksa untuk menjadi tersangka. Gordon pun meminta gelar perkara di Polda Kepri pada 20 Juni 2024. Tapi yang janggal, hampir 10 bulan setelah gelar perkara itu, tepatnya pada 2 Mei 2025, barulah Polresta Barelang menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan penggelapan dengan pasal 378 dan 372 KUHP. Puncaknya, pada 2 Agustus 2025, Gordon ditahan Kejaksaan Negeri Batam.
Pertanyaannya: mengapa setelah melalui proses panjang, bahkan setelah ada gelar perkara di Polda Kepri, tiba-tiba status hukum berubah drastis? Bukankah sebelumnya jelas dinyatakan tidak ada unsur pidana?
Kejanggalan ini menimbulkan persepsi publik bahwa telah terjadi kriminalisasi terhadap Gordon Silalahi. Masyarakat pun patut curiga, ada apa sebenarnya di balik kasus ini?
Hukum seharusnya menjadi panglima keadilan, bukan alat untuk menekan atau mengorbankan pihak tertentu. Jika hukum diperalat, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum akan semakin terkikis.
Kasus Gordon Silalahi adalah alarm bagi kita semua. Kita wajib mengawasi agar proses hukum tetap berjalan jujur, transparan, dan adil, bukan dipenuhi intervensi yang merugikan warga negara.(*)