
Jakarta – batamtimes.co – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyampaikan kekhawatiran mendalam terhadap dampak kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) terhadap sektor industri di Kepulauan Riau (Kepri), khususnya manufaktur panel surya atau Solar PV. Kebijakan tarif baru AS yang mencapai hingga 32 persen dikhawatirkan akan memukul ekspor dan mengancam ribuan tenaga kerja di kawasan tersebut.
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Industri, dan Proyek Strategis Nasional, Akhmad Ma’ruf, mengungkapkan bahwa Kepri menyumbang sekitar 25 persen ekspor langsung ke AS. Dari 26 perusahaan manufaktur Solar PV di wilayah ini, nilai ekspor mencapai USD 350 juta per bulan, serta menyerap sekitar 10.000 tenaga kerja langsung dan 30.000 tenaga kerja tidak langsung.
“Jika situasi ini berlanjut, akan terjadi kehilangan pekerjaan yang signifikan,” ujar Ma’ruf, Senin (7/4/2025), dikutip dari Antara.
Menanggapi ancaman ini, Kadin mengusulkan tiga langkah strategis kepada pemerintah:
Pertama, mempercepat harmonisasi regulasi perdagangan nasional, seperti izin impor, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), registrasi ekspor, sertifikasi halal, dan berbagai syarat lain yang dinilai masih diskriminatif dan menghambat efisiensi industri.
Kedua, mengusulkan status khusus untuk wilayah Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) sebagai “Foreign Trade Zone” dan memperoleh status “Privileged Foreign Status”, mengingat kawasan ini telah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Perdagangan Bebas. Langkah ini dinilai penting agar ekspor dari BBK lebih kompetitif dan tidak terhambat oleh regulasi kepabeanan seperti bea masuk dan PPN.
Ketiga, Kadin menyoroti persaingan regional, terutama dengan Malaysia yang telah membentuk Johor-Singapore Special Economic Zone. Malaysia saat ini mendapatkan pengurangan tarif ekspor Solar PV ke AS dari 17,84 persen menjadi 6,43 persen, sehingga lebih kompetitif dibandingkan Indonesia. Tanpa respons cepat dari pemerintah, potensi perpindahan produksi ke negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, hingga India bisa terjadi, mengingat banyak investor asing yang memiliki fasilitas produksi di berbagai negara tersebut.
Sebagai penutup, Ma’ruf menekankan pentingnya percepatan perizinan melalui Satgas Evaluasi Penghambat Investasi untuk mendukung proyek strategis nasional di kawasan industri dan ekonomi khusus.
“Kami percaya bahwa dengan langkah yang tepat, Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau, dapat tetap menjadi pusat industri yang berkembang pesat,” pungkasnya.