Polemik Pulau Janda Berhias , Bermodalkan Lahan PT.BS Tipu Pemerintah Rp 1 Triliun

0
1997
BUMN China Sinopec Group membangun industri kilang minyak di Pulau Janda Berhias, Batam. Investasi yang digelontorkan untuk membangun kilang minyak ini sebesar Rp 7,7 triliun.

Batamtimes.co , Batam –  Polemik Investasi di Pulau Janda Berhias menjadi sorotan Pemerintah. Jaminan hukum bagi para Investor di Indonesia dipertanyakan,bahkan banyak kalangan menilai perlu aturan baru bagi Investor asing yang harus tunduk dan mengikuti aturan pemerintah Indonesia, tidak bisa seenaknya.

Bagaimana tidak Investor berdalih akan berinvestasi dengan cara menyewa lahan adalah PT BS penerima  alokasi lahan Janda Berhias dari BP Batam pada tahun 2013.BP Batam mencatat Perusahaan itu membayar Uang Wajib Tahunan (UWTO) sebesar Rp19 miliar untuk 30 tahun alokasi.

 Namun , perusahaan ini kemudian menyewakannya kepada joint venture asal China itu selama 50 tahun.

Sebelumnya Janda Berhias adalah kawasan industri yang sempat mencuri minat perusahaan minyak asal China, Sinopec. Rencananya Sinopec akan membangun terminal penyimpanan minyak terbesar di Asia Tenggara di atas lahan seluas 75 hektare. Terminal itu digadang-gadang mampu menyimpanan 16 juta barel minyak mentah dan produk olahan.

Lewat anak perusahaan Sinopec, Sinomart Development bersama sejumlah perusahaan membangun perusahaan joint venture yang kemudian diberi nama PT West Point Terminal. Salah satu perusahaan Indonesia yang merupakan penerima hak atas lahan pulau Janda Berhias, PT Batam Sentralindo (BS) masuk dalam perusahaan join venture tersebut.

Pekerja beraktivitas di pelabuhan Pulau Janda Berhias, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (4/3). Lahan seluas 102,5 hektare dari 130 hektare total luas Pulau Janda Berhias Foto: Antara

Untuk kepentingan itu, PT West Point Terminal harus membayar sewa lahan kepada BS untuk jangka waktu 50 tahun.

Harga sewa lahan yang disepakati cukup fantastis, yakni mencapai SGD142,754 per meter persegi, atau sama dengan SGD107.065.500 untuk lahan seluas 75 hektare. Jika dihitung ke dalam rupiah dengan kurs Rp9.400, total, sewa lahan yang diberikan oleh Sinopec kepada PT BS mencapai Rp 1,006 triliun.

 “Ini bukti nyata bagaimana pemerintah digoblokin oleh pengusaha yang meraup untung gila-gilaan,” kata Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Usaha BP Batam RC Eko Santoso Budianto.

Setelah lunas membayar sewa lahannya, PT West Point Terminal ini malah tak bisa melanjutkan investasinya. Proses pembangunan yang harusnya sudah berlangsung terkendala. Mereka merasa dihambat oleh partnernya yang berasal dari Indonesia.

“Ketika mau mulai membangun, menurut mereka malah dihambat oleh mitra lokalnya. Malahan mitra lokalnya dilaporkan ke polisi untuk kasus penggelapan uang,” terang Eko.

Padahal,PT West Point Terminal  berencana menanamkan modal hingga Rp7,5 triliun di pulau itu.

Jadi Sebut Tidak Semua Investor Itu Baik,Jangan  Dilihat Dari Rencana Investasi

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam menilai, investor di wilayah ini memerlukan kepastian hukum dan investasi agar niat pemerintah untuk menjadikan kawasan ini memiliki daya tarik investasi bagi pelaku usaha dari seluruh dunia, tidak terhambat.

“Apa pun, termasuk investor di Pulau Janda Berhias Batam, kepastian hukum dan investasi ini harus clear (jelas dan pasti, red) bagi siapa pun, termasuk perlindungan bagi pengusaha nasional,” kata Ketua Kadin Batam, Jadi Rajagukguk, dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Jumat.

Penegasan tersebut menanggapi polemik investasi Sinopec Holdings, raksasa minyak asal Tiongkok, di Westpoint Maritime Park Pulau Janda Berhias Batam.

Oleh karena itu, dia menilai terhentinya investasi oleh investor Tiongkok di Pulau Janda Berhias itu ini sesungguhnya menunjukkan rendahnya komitmen investor asing tersebut untuk menjalankan perjanjian yang telah disepakati kedua pihak.

“Tidak semua investor asing itu baik. Karena itu jangan hanya dilihat dari rencana investasinya yang besar. Yang paling penting adalah komitmen mereka untuk menjalankan perjanjian yang telah disepakati bersama. Investasi pengusaha nasional harus dilindungi juga,” kata Jadi.

Jadi Rajagukguk menambahkan, Batam sebagai kawasan Free Trade Zone (FTZ) memiliki daya tarik investasi bagi pelaku usaha dari seluruh dunia ini akan mulus jika ada kepastian hukum di sana.

“Karena itu pemerintah melalui BP Batam mestinya lebih aktif mempromosikan dan menjalin komunikasi dengan investor global,” katanya.

Pakar Hukum Bisnis Ampenan Situmeang sebelumnya, juga menegaskan, penegakan hukum yang memberikan jaminan kepastian investasi adalah syarat mutlak yang dibutuhkan investor.

Selain itu, hukum juga harus memberikan perlindungan terhadap investor minoritas agar bisa mendapatkan haknya dalam berinvestasi.

“Investasi butuh kepastian dan kepatuhan pada aturan yang berlaku. Investor asing pun harus tunduk dan mengikuti aturan pemerintah Indonesia, tidak bisa seenaknya,” tutur Ampenan.

Terkait polemik investasi Tiongkok di Pulau Janda Berhias, Ampenan melihat hal itu lebih kepada persoalan B to B (Business to Business) sehingga proses penyelesaiannya harusnya oleh investor bersangkutan.

“Ini adalah ranah B to B yang harus diselesaikan diantara pihak yang berselisih. Jika tidak bisa didamaikan, jalur Arbitrase adalah jalan terbaik,” katanya.

Sementara itu kuasa hukum PT Mas Capital Trust (MCT), pemilik lima persen saham di PT West Point Terminal (WPT) Defrizal Djamaris mengatakan, terhentinya proyek pembangunan depo minyak di kawasan Westpoint Maritime Park murni disebabkan perselisihan di WPT.

Sinomart KTS Development Limited sebagai pemegang 95 persen saham WPT berupaya melakukan penunjukan langsung kontraktor pembangunan depo minyak tersebut.

Namun, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian para pemegang saham yang telah disepakati kedua pihak ketika mendirikan WPT.

Sementara itu PT Batam Sentralindo (PBS) Julius Singara melalui kuasa hukum PBS, sebagai pengembang dan pengelola West Point Maritime Park memastikan bahwa perusahaan sudah melunasi kewajiban dan telah membangun kawasan industri dari semula hanya pulau seluas 22 hektar menjadi 130 hektar lahan siap pakai berstandar international.

“Perjanjian sewa lahan seluas 75 hektar di Westpoint Maritime Park oleh PT West Point Terminal telah sesuai ketentuan hukum dan berdasarkan kesepakatan B to B,” katanya.(Redaksi)

 

 

 

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here