Jakarta – Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yowono mengungkapkan bahwa tersangka ADC (28) ditaksir memperoleh keuntungan hingga miliaran rupiah dari hasil meretas 1.309 situs milik pemerintah, swasta, hingga luar negeri.
Keuntungan tersebut digunakan tersangka untuk foya-foya hingga mabuk-mabukan.
Sedang kita cek apakah digunakan untuk membeli barang lain barang bergerak atau tidak bergerak sedang kita dalami. Dan yang terakhir untuk foya-foya, artinya untuk mabuk-mabukan,” kata Argo saat jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (7/7/2020).
Kepada penyidik, ADC mengaku telah berprofesi sebagai hacker sejak 2014. ADC memperoleh kemampuan tersebut secara autodidak.
“Imbalan yang didapatkan antara Rp2 juta sampai dengan Rp5 juta. Maka jika di kalkulasikan Rp2 juta dikalikan dengan 1.309 hasilnya akan miliaran juga,” ujar Argo.
Pelaku juga membuka layanan hacking untuk melakukan hack pada situs yang dituju oleh customer, dengan imbalan Rp3 juta sampai dengan Rp5 juta,” imbuhnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap seorang hacker berinisial ADC (28) di Sleman, DI Jogjakarta, pada 2 Juli 2020. Pria tersebut diduga telah menghack atau meretas ribuan situs milik lembaga pemerintah, swasta, hingga situs luar negeri secara ilegal.
Dari hasil pemeriksaan, ADC mengaku kepada penyidik telah meretas sebanyak 1.309 situs.
“Setelah dilakukan pemeriksaan tersangka mengakui telah melakukan hack sebanyak 1.309 situs milik lembaga negara, lembaga pendidikan dan jurnal ilmiah yang berhasil diretas,” kata Argo.
Adapun beberapa situs yang berhasil dihack oleh tersangka ADC, di antaranya situs milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Mahkamah Agung, AMIK Indramayu, Pengadilan Negeri Sleman, Universitas Airlangga, Lapas 1 Muara Enim dan situs-situs lainnya.
Selain itu, tersangka ADC juga diketahui melakukan peretasan terhadap situs milik negara asing.
“Pelaku tidak hanya melakukan aksinya di Indonesia, namun juga di beberapa negara lainnya seperti Australia, Portugal, Inggris dan Amerika,” ungkap Argo.
Atas perbuatannya, tersangka ADC dijerat Pasal 27 Ayat (4) dan atau Pasal 49 Jo Pasal 33 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. ADC pun terancam dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
(red/suara)