Fadli : TNI dan Polri Punya Hak Pilih Di Pilkades Serentak 2019

0
10196

Natuna (BT) Kepala Bidang Pemerintahan Desa (Kabid Pemdes), Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Natuna, M.Fadli mengatakan anggota TNI dan Polri memiliki hak pilih dan memilih dalam pemilihan kepala desa (Pilkades) Serentak Tahun 2019.

Hal tersebut melekat asalkan yang bersangkutan menjadi penduduk desa setempat.

“Khusus dalam pilkades serentak, anggota TNI dan Polri tercatat memiliki hak pilih,” kata Fadli, ketika dikonfirmasi lewat WhatsAApnya mengikuti rapat koordinasi di Tanjungpinang, Senin (23/09/2019) Malam.

Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Natuna di Jalan Batu Sisir Bukit Arai, Ranai, Natuna, Kepri.

Sebab kata Fadli, di UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa syarat pemilih Pilkades disebutkan penduduk Desa yang sudah berusia 17 tahun pada saat hari pemungutan suara.

Artinya tanpa ada pengecualian dalam UU tersebut baik profesi ASN maupun TNI/Polri.

Namun kata Fadli, hak yang diberikan oleh UU Desa ini kepada TNI/Polri, tidak digunakan karena ada aturan lain yang mengatur tentang Netralitas TNI/Polri.

“Jadi kita hargai TNI/Polri yang tidak menggunakan hak pilihnya.Tetapi kita tidak boleh mengatakan TNI/Polri tidak punya hak pilih, karena UU telah memberi peluang. Itulah salah satu istimewa dari UU Desa,” ucapnya.

Selain UU Desa, UU Pilkada Serentak 2020 juga bertabrakan dengan UU TNI dan Polri.

Direktur Imparsial Al Araf mengusulkan adanya revisi dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, khususnya mengenai anggota TNI dan Polri yang ingin mengikuti kontestasi politik.

Pasal 7 ayat 2 UU Pilkada yang berbunyi, calon peserta Pilkada harus menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.

Dengan demikian, anggota TNI Polri baru resmi mundur jika sudah dinyatakan lolos sebagai calon kepala daerah.

Menurut Araf, hal tersebut bertentangan dengan komitmen netralitas TNI dan Polri dalam politik praktis.

“Ini jadi celah para kandidat undurkan diri setelah penetapan,” ujar Araf di kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (18/1/2018) dikutip dari Kompas.com.

Dalam Pasal 28 UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri menyatakan bahwa Polri bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis serta tidak menggunakan hak memilih dan dipilih.

Kemudian, disebutkan juga bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Sementara dalam Pasal 39 Ayat 2 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, menyebutkan bahwa Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Lalu, dalam UU yang sama, Pasal 47 Ayat 1 menegaskan bahwa Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

“Kan bisa ditafsirkan pengunduran diri harus dilakukan sejak awal sebelum penetapan,” kata Araf.

Untuk menghindari dualisme regulasi, kata Araf, maka lebih baik UU Pilkada direvisi, khususnya untuk Pasal 7. Dengan demikian, baik anggota Polri maupun TNI telah mengundurkan diri begitu mendeklarasikan sebagai calon kepala daerah.

“Saya harap DPR dan pemerintah revisi UU Pilkada terbatas pada pasal ini,” kata dia.

Terkait adanya sejumlah anggota Polri yang status keanggotaan masih aktif saat ini, Araf meminta agar mereka segera mengundurkan diri sesuai amanat UU Polri. Dengan demikian, anggota tersebut lebih leluasa melakukan langkah politik dan sosialisasi, tutupnya.

(Red/Pohan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here