Tegakkan Etika Advokat Tanpa Stigma terhadap Latar Belakang Pendidikan

0
213
Keterangan Foto : M. Ishom el-Saha Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten.

Kisruh antara dua pengacara terkenal, HP versus RAN, hingga nyaris adu jotos di persidangan memberi dampak citra negatif pada profesi pengacara/advokat. Kasus yang berawal dari pelaporan pencemaran nama baik berubah menjadi kisruh antar-advokat di dalam majelis persidangan.

Kita sangat menyayangkan kejadian buruk yang mencoreng citra profesi advokat pada khususnya. Oleh sebab itu kita berharap ada sanksi tegas untuk para pengacara yang tidak mengindahkan kode etik profesi advokat.

Supaya kejadian seperti itu tidak berulang maka tindak tegas pengacara yang melanggar kode etik profesi sangat penting dilakukan. Apalagi akibat perilaku negatif pengacara yang berpraktik itu ditengarai membawa-bawa lembaga pendidikan yang pernah ditempuh pengacara itu.

Dalam konteks ini adalah komentar pengacara tenar lain yakni FA yang viral, bahwa peristiwa yang memalukan yang dilakukan pengacara RAN dan asistennya adalah akibat yang bersangkutan berasal dari sarjana agama.

Semestinya jangan dikait-kaitkan perilaku negatif RAN dengan keberadaan Sarjana Agama (S.Ag). Sebab S.Ag yang umum disandang semua lulusan perguruan tinggi agama tahun 1990-an, ada yang dijamin secara perundang-undangan sehingga sah menjadi Pengacara.

Sarjana Agama angkatan 1990-an asalkan lulusan fakultas Syariah menurut Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang profesi advokat dapat menjadi Pengacara setelah lulus pendidikan khusus profesi advokat (PKPA).

Sarjana Agama lulusan fakultas Syariah untuk mendapatkan perlakuan adil secara konstitusional awalnya membutuhkan perjuangan yang berat. Dalam catatan yang terdokumentasikan di koran harian Bernas Yogyakarta (1996), kami para aktivis mahasiswa fakultas Syariah berjuang mati-matian untuk mendapatkan hak tersebut. Walaupun baru direalisasikan sejak tahun 2003.

Atas dasar itu, pernyataan pengacara FA yang viral, “itulah kalau sarjana agama menjadi pengacara” harus diluruskan! Apalagi kalau yang dimaksud itu adalah pengacara RAN dan asistennya yang naik meja persidangan. Mereka bukan lulusan fakultas syariah.

 

Oleh : M. Ishom el-Saha

(Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)

 

Sumber : Kemenag

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here