Jumaga Nadeak : Pantau Proses Hukum Dugaan Gratifikasi Timsel Bawaslu Kepri

0
836

Batamtimes.co, Tanjungpinang – Laporan terkait dugaan gratifikasi yang dilakukan dua Komisioner Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kepada tim seleksi yang baru sebulan selesai bertugas menyeleksi mereka, mengagetkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  Kepri.

Ketua DPRD Kepri, Jumaga Nadeak, di Tanjungpinang, Kamis, juga merasa kaget, dan menilai peristiwa seperti itu langka terjadi.

“Ini mungkin peristiwa pertama yang terjadi di Indonesia sehingga menjadi perhatian publik,” katanya.

Jumaga mengatakan DPRD Kepri mengikuti perjalanan penetapan tim seleksi hingga proses penyeleksian anggota Bawaslu Kepri dan KPU Kepri. Bahkan kasus hukum dugaan gratifikasi ini juga mendapat atensi khusus dari DPRD Kepri.

“Permasalahannya bukan pada nilai barang yang diberikan, melainkan lebih dari itu. Kami mulai mendalaminya dengan serius karena ini masuk tahun politik,” ujarnya, yang juga politisi PDIP.

Ia juga mendorong penyidik Polres Tanjungpinang untuk mengungkap kasus itu sampai ke akar-akarnya sehingga publik mengetahui secara jelas.

“Kami memberi apresiasi kepada pihak kepolisian yang serius menangani kasus ini. Semoga terungkap sampai ke akar-akarnya,” katanya.

Jumaga mengemukakan, kasus pemberian tas dan dompet dari dua Komisioner Bawaslu Kepri, Rosnawati dan Idris terhadap Riama Manurung, Suradji dan Siti Habibah seharusnya dianalisis dari akar persoalannya. Dari foto tampak jelas menggambarkan peristiwa pemberian barang dari Komisioner Bawaslu Kepri kepada timsel.

“Mengapa hal itu terjadi? Pantaskah timsel menerima barang itu atau pantaskah Komisioner Bawaslu Kepri memberi barang itu?” katanya.

Menurut dia, peristiwa itu semestinya tidak terjadi karena ada “batas api” antara timsel dengan orang yang diseleksinya. Apalagi pemberian barang itu dilakukan sebulan setelah mereka dilantik sebagai anggota Bawaslu Kepri.

Di kampus, contohnya assesor yang melakukan akreditasi kampus tidak boleh bertemu dengan pihak kampus selama setahun setelah proses penilaian dilakukan. Kebijakan itu diberlakukan untuk menghindari atau mencegah negosiasi antara pihak kampus dengan assesor.

“Jadi ada batasannya. Tidak mungkin ada semut kalau tidak ada gula,” katanya.

Kasus dugaan gratifikasi itu pula menimbulkan kekhawatiran mendalam bagi politisi yang memiliki kepentingan terhadap pemilu, apalagi kalau dikait-kaitkan dengan jejak rekam timsel. Sebagai contoh, Riama Manurung, Kabag Kesra Pemkot Batam ditetapkan sebagai Ketua Timsel Bawaslu Kepri kala itu. Apakah seorang ASN yang memiliki jabatan mampu lepas dari intervensi atasannya?

“Dari peristiwa itu muncul banyak pertanyaan yang berawal dari rasa khawatir,” katanya.

Selama proses penyeleksian berlangsung, sekitar pertengahan tahun 2017, muncul pula isu sensitif yang mengaitkan organisasi massa, dan organisasi pemuda. Orang-orang yang dipilih menjadi komisioner penyelenggara pemilu berasal dari ormas atau organisasi pemuda tertentu.

“Isu ini sangat sensitif. Saya berupaya untuk tidak mempercayainya, karena jika dipilih berdasarkan perwakilan organisasi tertentu, maka sebaiknya penyeleksian tidak perlu dilakukan, karena menghabiskan uang negara hingga ratusan juta rupiah,” tegasnya.

Ia mengemukakan tim seleksi merupakan alat yang memproduksi orang-orang yang akan menyelenggarakan pemilu sehingga seharusnya memiliki kompetensi, integritas dan dapat menjalankan tugas
secara profesional. Dapat dibayangkan apa yang akan terjadi pada pemilu jika tim seleksi bekerja tidak profesional.

Hasil kerja tim seleksi akan memberi pengaruh besar terhadap pelaksanaan pemilu sehingga tidak hanya politisi yang harus memantau pelaksanaan proses penyeleksian, melainkan juga pemerintah, aparat yang berwenang dan masyarakat.

Mengingat pentingnya fungsi dari timsel sebagai hulu dari tahapan pemilu, Jumaga berpendapat penetapan anggota timsel harus terukur, jangan sampai orang-orang yang memiliki rekam jejak “bermasalah” menyeleksi bakal calon penyelenggara pemilu.

Karena itu, menurut dia tim seleksi dalam melaksanakan tugas penyeleksian bakal calon anggota Bawaslu Kepri selama 2-3 bulan harus lepas dari segala beban. Tim seleksi tidak boleh memiliki ‘frame’ atau target tertentu, yang mungkin dipesan seseorang atau kelompok tertentu.

“Kami berharap pihak kepolisian mampu mengungkap kasus ini sampai ke akar-akarnya karena ini tidak hanya menyangkut peristiwa hukum, melainkan juga mempengaruhi pemilu,” katanya.

Sementara itu Kapolres Tanjungpinang, AKBP Ucok Lasdin Silalahi yang di konfirmasi mengenai pemanggilan para terlapor kasus ini membenarkan hal tersebut.

“Iya betul, Teknis penyidikan itu silahkan bs dicek ke Kasat Reskrim,” ucap Ucok saat di Konfirmasi.

Kasat Reskrim Polres Tanjungpinang, AKP Dwihatmoko belum menjawab terkait konfirmasi yang dilayangkan media ini.

(Budi Arifin)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here