Kasus dugaan korupsi ekspor Benih Bening Lobster (BBL) yang tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan sekadar kasus hukum biasa. Ini adalah cerminan dari bagaimana kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia masih rentan terhadap praktik korupsi, monopoli, dan ketimpangan kebijakan yang lebih berpihak kepada segelintir elite dibandingkan kesejahteraan nelayan.
Sebagai organisasi yang mewakili kepentingan nelayan, Front Nelayan Indonesia (FNI) dan Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI) menyatakan dukungan penuh kepada KPK untuk mengusut tuntas kasus ini, tanpa pandang bulu. Seluruh perusahaan yang mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) harus diperiksa secara transparan agar tidak ada pihak yang menikmati keuntungan secara ilegal dari sumber daya laut yang seharusnya menjadi hak bersama.
Lebih jauh, kami juga mendorong kerja sama antara KPK dan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk menelusuri dugaan monopoli dalam ekspor BBL yang mengatasnamakan budidaya. Faktanya, skema ini lebih menguntungkan pihak tertentu dengan dalih pengembangan usaha, padahal pada kenyataannya, nelayan kecil semakin terpinggirkan.
Selain dugaan gratifikasi kepada pejabat tertentu, kejanggalan lain juga terlihat dalam mekanisme Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Seharusnya, pemasukan dari ekspor BBL baru mulai masuk pada Januari 2025 sesuai siklus budidaya. Namun, kenyataannya PNBP sudah mulai mengalir satu bulan setelah kebijakan diberlakukan. Ini menjadi indikasi kuat adanya praktik pencucian uang yang harus diusut lebih dalam.
Kami juga mendesak DPR-RI, khususnya Komisi IV, untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap regulasi dan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait mekanisme ekspor benih lobster. Regulasi yang ada saat ini lebih berpihak pada oligarki dan tidak memberikan perlindungan terhadap hak-hak nelayan yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini.
Perlu ada revisi Undang-Undang Perikanan yang secara spesifik mengatur tentang lobster, rajungan, kepiting, benih sidat, serta BBL. Dengan adanya aturan yang lebih jelas dan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah, proses penangkapan benih dan budidaya lobster dapat berjalan lebih baik dan merata. Selain itu, desentralisasi kebijakan ini akan meminimalkan monopoli oleh segelintir korporasi dan membuka peluang ekonomi lebih luas bagi masyarakat nelayan.
Kasus ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal keberpihakan terhadap nelayan. Kami percaya bahwa keadilan harus ditegakkan agar eksploitasi sumber daya laut tidak hanya menguntungkan segelintir pihak. Pemerintah harus berpihak pada rakyat, bukan oligarki!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Rusdianto Samawa
Ketua Umum, Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI)